
Kedua bola matanya menyorot tajam ke lawan bicaranya. Sementara, jari tangan kanannya bergerak lentur mengisyaratkan pesan tersembunyi di tengah kesunyian.
Sesekali, bibirnya turut bergerak layaknya tengah merapalkan doa, tanpa sedikit pun suara keluar dari rongga mulutnya. Rekan-rekannya membalas, yang juga sesekali tertawa lepas tanpa suara.
Itulah interaksi yang tengah dilakoni Fika Chasasmeta (44), seorang pengemudi ojek online (ojol) bersama pengemudi penyandang tunarungu.
Setiap hari, Fika selalu membersamai mereka, baik di emperan toko, warung kopi, maupun tepi jalan Jakarta yang penuh sesak kendaraan.
Kebersamaan mereka tak serta merta hanya untuk menanti pesanan customer, tetapi juga untuk membangun rasa persaudaraan sesama manusia.
“Kita sesama mahluk sosial, tidak peduli kekurangannya, kita tetap bersama,” ujar Fika kepada Kompas.com, Rabu (16/4/2025).
Fika sudah intens berinteraksi dengan mereka sejak 2017. Sejak itu pula, ia menyadari betapa peliknya mereka.
Persoalan komunikasi sering kali menjadi permasalahan di mata customer. Rasa kepeduliannya pun terketuk.
Sampai akhirnya ia memutuskan belajar bahasa isyarat yang semata-mata untuk membantu mereka ketika menghadapi permasalahan komunikasi.
“Saya nanya-nanya sama mereka, misalnya kalau kata isyarat ini, isyaratnya kayak gimana. Jadi otodidak, enggak lewat kelas. Mereka saya anggap guru,” ucapnya.
Kala itu, ia ditempa Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI). Fika telaten mencermati setiap gerakan tangan SIBI yang diajarkan pengemudi ojol tunarungu.
Meski sempat kesulitan, lambat laun akhirnya ia menguasai sistem bahasa isyarat tersebut. Tak puas hanya mengenal SIBI, Fika akhirnya kepincut dengan bahasa isyarat Indonesia (Bisindo).
“Saya bisa SIBI dan Bisindo karena sering berinteraksi,” jelasnya.
Semakin mengenal dekat pengemudi ojol tunarungu, semakin tahu juga Fika tentang persoalan yang diderita mereka.