NAGA138 – Jejak Panjang Taman Margasatwa Ragunan, dari Cikini ke Jaksel

Salah satu sudut Taman Margasatwa Ragunan di tahun 1970-an

Lihat Foto

 

Cerita ini dimulai dari tahun 1864, ketika sebuah lembaga bernama Vereeniging Planten en Dierentuin te Batavia atau Lembaga Botani dan Kebun Binatang Batavia aktif mengelola kebun binatang di jantung kota.

Menariknya, lahan tempat kebun binatang pertama itu berdiri adalah hibah dari Raden Saleh, seniman yang juga dikenal sebagai pelopor seni lukis modern di Hindia Belanda.

Ia menyerahkan sebagian tanah miliknya di Jalan Cikini Raya No 73 untuk mendirikan kebun binatang seluas 10 hektar yang kemudian dinamai Bataviaasche Planten-en Dierentuin.

Dikutip dari buku berjudul “Gerak Jakarta: Sejarah Ruang-Ruang Hidup” Vol. 2 yang diterbitkan oleh PT Pembangunan Jaya pada tahun 2021 di Jakarta, tempat ini kemudian dikenal sebagai Kebun Binatang Cikini sejak tahun 1949.

Sementara dalam panduan wisata berjudul “Tamasya Ibu Kota” yang diterbitkan tahun 1955, tempat ini digambarkan lewat penggalan lirik lagu: “Dari semut sampai gajah hidup dalam kandang.”

Memang, kebun binatang ini punya koleksi sekitar 800 ekor hewan dari 174 spesies. Dari yang buas, jinak, langka, sampai peliharaan yang menggemaskan.

Setiap bulannya, ada sekitar 50.000 orang yang datang berkunjung. Di dalamnya ada arena bermain anak, area jajanan, bahkan restoran mewah bernama Garden Hall yang jadi pilihan bagi pengunjung berkocek lebih.

Namun, seiring waktu, kawasan Cikini yang semakin padat membuat lokasi ini dirasa kurang ideal.

Pada 1964, Gubernur Soemarno membentuk badan khusus untuk memindahkan kebun binatang ke kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Tanah seluas 30 hektar pun dihibahkan, dan sekitar 450 satwa dari koleksi terakhir Kebun Binatang Cikini diboyong ke tempat baru.

Luas area kebun binatang ini kemudian berkembang pesat hingga mencapai lebih dari 140 hektar.

Pada 22 Juni 1966, tempat ini diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin dan resmi diberi nama Taman Margasatwa Ragunan.

Dalam buku Gita Jaya (1977), Ali Sadikin menyebut Ragunan punya banyak fungsi tempat rekreasi, pendidikan, penelitian, konservasi, hingga karantina satwa.

Karena letaknya di pinggiran kota dan masih dikelilingi alam, Ragunan pun jadi tempat yang pas untuk konservasi tumbuhan juga.